Ketika seorang bayi lahir, maka ia tak tahu
apa itu visi misi. Bayi itu baru tahu apa itu visi misi begitu menginjak usia
yang tepat untuk berorganisasi. Akhirnya, bayi itu menapak sebuah organisasi
dengan visi dan misi tertentu. Hm... Bukan lagi kita sebut bayi tentunya, melainkan
sosok organisatoris. Cikal bakal sematan aktivis.
Kungkungan sematan aktivis ini menggelora terus
selama mereka menganggap dirinya aktif berorganisasi. Tatkala masa remaja
terlewat, mereka menapaki dunia orang dewasa. Karier mereka beralih dari
aktivis kampus menjadi aktivis partai (misalnya), atau mungkin aktivis
masyarakat. Sedikit dari mereka yang menukik menjadi apatis tulen. Yang
terakhir, tidak dibahas di sini.
Lanjut lagi, masa dewasa itu pun kian mengerut
menjadi masa tua. Hasilnya mereka pensiun dari masa organisasi mereka. Dan
sayang seribu sayang, demikian mereka memaknai organisasi dengan terlalu
sempit, menganggap bahwa organisasi itu identik dengan jamaah bejibun dengan
ketua yang menjadi figur luar biasa di tengah-tengah mereka, oh... hingga
mereka lupa menyadari makna organisasi dari sudut pandang lain yang bersifat
dunia-akhirat.
Kalau boleh berteriak, saya akan katakan, “Whooooiii, kau anggap apa istri dan
anak-anakmuuu?”
Begitulah, mereka lupa kalau mereka harus
mengorganisasi sebuah organisasi yang hulunya ada di perhelatan akad nikah, dan
hilirnya di surga kelak. Lain dari organisasi duniawi, yang hulunya di masa
kita terpilih menjadi salah satu punggawanya dan hilirnya di masa pensiun kita
dari organisasi itu.
Bahkan, Allah gariskan perihal organisasi ini
di kalam-Nya; Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS 66:6)
Wow, terlihat keren jika
digubah menjadi sebuah visi bukan? Contoh visi organisasi ini:
“Terpelihara diri dan anggota organisasi ini dari api neraka.”... Cieee...
Kalau organisasi yang mereka
punggawai memiliki visi misi yang membuat orang-orang terkagum-kagum. Membuat orang
lain ingin menjadi bagian dari kesuksesan organisasi itu, hm... akankah kita
bisa memunggawai organisasi kita sendiri? Entah kita di pihak suami atau di
pihak istri, rasa-rasanya keduanya sama-sama harus berkontribusi penuh.
Menukil ustad Masturi dalam
salah satu kajiannya, “Itulah perlunya, kita rapat antar-sesama anggota
keluarga. Merumuskan visi keluarga, misi keluarga, dan detail-detail lain dalam
urusan keluarga. Termasuk memecahkan permasalahan yang juga diperlukan melalui
prosedur rapat.
Akan bersifat elegan bila sang
ayah membuka rapat dengan basmalah, lantas si bayi mungil mengangkat tangan
menyampaikan usul yang membuat sang ibu gelagapan. “Umi, mau pipis umi!”
Lebih dari itu, bagi yang
belum punya visi misi dunia-akhirat keluarga barakah, maka perencanaan lebih
dini adalah pilihan terbaik. Toh, jika telah sah nanti, bisa dikonsolidasikan
bersama pasangan. Hehe. Atau jika sudah menapaki organisasi keluarga
bertahun-tahun lamanya, tak ada salahnya sedari sekarang memikirkan, “Mau
dibawa kemana! Hubungan kita, ups salah; ‘keluarga kitaa!”
Salam keluarga
barakah…(aamiin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar