Kamis, 31 Oktober 2013

Anomali Konsinyering*



Kecenderungan orang kantoran terlanjur membiasa. Jam sepuluh malam, gedung-gedung masih cantik dibekap rimbun cahaya. Teman kantor saya sempat bilang, “Yang bikin Jakarta cantik itu bukan karena pemandangan alamnya, melainkan karena ada orang lembur.”

Kalau jam sepuluh malam mereka masih bergelut dengan kerjaan atau malah main game, ironisnya jamaah Subuh tak pernah lebih banyak daripada jamaah Isya’ (apalagi shalat Jumat).

Di sinilah letak anomali kemajuan zaman dari kacamata generasi terbaik. Generasi terbaik? Siapa? Siapa lagi kalau bukan generasi sahabat ra dan Rasulullah Saw sebagai peletak dasarnya. Quran dan Sunnah mereka jadikan pedoman utama, bahkan satu-satunya.

Allah berfirman, “Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” (QS. An-Naba’: 10-11). Imam Ath-Thabari –rahimahullah- membahas tafsir ayat ini bahwa kegelapan malam menutupi manusia sehingga menjadi tenang, sebagai pakaian yang menutupi jasad pemakainya sehingga ia pun menjadi tenang. Siang Allah jadikan manusia bertebaran di muka bumi untuk mencari penghidupan.

Lalu bagaimana jika manusia mencampuradukkan antara siang dan malam? Yang lebih sering terjadi adalah; malam dibuat kerja, pagi dibuat tidur?

Berpegang pada as-sunnah, kita ketahui tindak-tanduk Rasulullah Saw dinukil dalam Zaadul Maad, yakni tidur di awal malam dan bangun di bagian akhirnya. Hanya kadang-kadang saja, beliau Saw begadang di awal malam untuk mengurusi berbagai kepentingan orang miskin.

Secara ilmiah pun, dikatakan bahwa tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang menjadi penyebab utama kerusakan hati (hasil penelitian ilmiah baru-baru ini). Namun, dalam mengerjakan keutamaan, kita tak dianjurkan mengetahui hikmahnya dulu baru kemudian patuh, karena Rasulullah mengajarkan agar patuh dulu, entah apa nantinya yang menjadi efek samping, baik ilmiah, kesehatan, dan sainsnya. Hm… Itulah iman.

Kembali ke tema: Nyatanya, kecenderungan yang kini terjadi sudah mengalami anomali. Manusia lebih sering mengakhiri harinya terlampau malam, entah lembur, main game, dan pekerjaan lain. Seperti konsinyering atau tugas di luar kantor, para sibukers lebih memilih waktu malam bekerja daripada waktu pagi. Lebih memilih sampai pukul 23.00 daripada memulai pekerjaan dari pukul 04.30 (waktu Subuh). 

Padahal, pekerjaan di waktu malam dilakukan dalam kondisi otak di bawah sinyal betha, sinyal yang penuh dengan penat karena seharian sudah ditekan dengan kesibukan. Kalau mau efektif, mbok la ya pagi saja. Karena di sana ada berkah. Hm… Tentunya selagi sinyal alpha (kesegaran pikiran)
sedang membuncah. Berikut tiga hadits penampar anomali itu:

  • Dari Ummul Mukminin Aisyah –ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Bersegeralah dalam mencari rezeki dan kebutuhan (hajat), karena dalam kesegeraan (pergi pagi) itu terdapat keberkahan dan kesuksesan.” (HR. At-Tirmidzi) 
  • Suatu ketika Shahabat Ibnu Abbas –ra- melihat anaknya sedang tidur pagi, maka ia berkata, “Bangunlah, apakah kamu tidur pada waktu disebarkan rezeki?”
  • Dari Shakhr bin Wada’ah Al-Ghamidi –ra- dari Nabi Saw ia bersabda, “Ya Allah berkahilah untuk umatku pada pagi harinya.” Jika beliau mengutus pasukan perang, maka beliau mengutuskan pada pagi hari. Shakhr adalah seorang pedagang yang biasa mengirimkan barang dagangannya pada pagi hari, maka ia menjadi kaya raya dan banyak harta.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dan ia berkata: hadits hasan shahih)
*konsinyering dikenal sebagai proses penyelesaian pekerjaan tertentu dengan mengumpulkan para pegawai  sebuah kantor ke suatu tempat seperti hotel atau wisma.

 

 


Rabu, 26 Juni 2013

Sya’ban and The Gunners 2

The Gunners diisi oleh punggawa-punggawa muda. Saat era Thierry Henry jadi ujung tombaknya, semusim mereka tak pernah kalah di liga. Semangat jiwa muda mungkin menjadi pelejitnya, identik dengan energi seribu kuda, dan biasanya tertarik oleh hal yang unik, jauh dari normalitas dan prosedur yang biasa. Makanya, penulis mengunggah artikel aneh ini, yang kali ini berkisah tentang seorang sahabat yang menceritakan detail perencanaan pembuncahan ruhiyah-spiritual selama Ramadhan, yang ditulis dan ditekadkan semenjak Sya’ban. Isinya sih, tidak jauh dari agenda sunnah ala Ramadhan. Paling tidak; sesuai jiwa muda. Unik, aneh, dan mudah-mudahan masih sejalan dengan syariat. Berikut ini amunisi-amunisi the Gunners Sya’ban:

1) SQ-i’am. Untuk kali ini, S-nya tidak sunnah, tetapi wajib. Namun, Q-nya disunnahkan dari dalil yang cukup panjang. Bacanya; Shiyam dan Qiyam. Dua kembar identik yang serupa tapi jauh berbeda. Shiyam wajib di siang, qiyam (tarawih+witir) sunnah di malam, tapi mencerminkan tentang keunikan ibadah di bulan Ramadhan. Karena uniknya, dijadikan satu. Orang-orang pada umumnya menargetkan kedua ibadah ini sempurna; seluruh hari di bulan Ramadhan disapu bersih. Jadi, mari kita tulis di lembar pertama catatan utama kita; jangan kurang, jangan lebih: SQ-i’am.

2) Jono dan Jodo. Keduanya berjodoh, merefleksikan realisasi atas doa yang selalu digemborkan tatkala khatam Quran; “...War zuqnaa tilaawatahuu aanaa allaili wa athroofan nahaar...”artinya; ...dan karuniakan (rezekikan) kami, selalu sempat membaca Quran pada malam dan siang hari....  (katanya sih, doanya Anas bin Malik). Kalau kita mau berdoa memohon rezeki (materi, cinta, dsb.), biasanya kita berusaha juga bukan? Maka, agak aneh jika kita hanya berdoa mohon disempatkan waktu membaca Quran di siang dan malam, tetapi sulit merealisasikannya seumpama dengan rezeki jenis lain. Jadi, JONO dan JODO ini adalah wujud keseimbangan rezeki Allah berupa waktu luang selama siang dan selama malam. Sahabat saya ini membuat kedua nama ini, kepanjangan dari kebalikannya; One Night One Juz dan One Day One Juz. Bagi yang setuju target ini optimis terealisasi, silakan catat di kolom perencanaan Anda. Oke? Sip.

3) Podo Nopo. Terlihatnya sih seperti bahasa Jawa, namun di baliknya terdapat hikmah yang besar; mulai dari kemuliaan penunainya dan penyempurna sedekah harian. Kita panjangkan akronim ini secara terbalik menjadi; One Dhuha One Power + One Power One Night; secara detail, kita maksudkan dengan shalat dhuha di kala pagi (penyempurna sedekah harian) dan shalat tahajjud di kala malam (kemuliaan dari Allah Swt). Ayuk, yang jarang membiasakan, mari kita biasakan. 

4) 12-Ruhya. Harga rumah di Jakarta terus merangkak naik, tapi rumah di surga bisa dicicil, bahkan dibikin secara sporadis. Tak lain salah satunya dengan shalat ini. Karena memang kekhususan 12 rakaat shalat ini seimbang dengan sebongkah rumah cahaya (ruhya) di surga. Kata Nabi Saw dicuplik dari Shahih Muslim, bahwa 12-nya meliputi; 2 rakaat sebelum Subuh, 4 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat setelah dhuhur, 2 rakaat setelah magrib, dan 2 rakaat setelah isya’. Nah, sekarang terserah, hari-hari di Ramadhan mau disapu bersih, atau hanya beberapa gelintir, atau kalau perlu sekarang pun bisa, sehari-hari pun bisa. Karena ini berlaku bagi seluruh hari yang Allah rezekikan kepada kita.

6) Pahala Haji+Umrah Instan; “Saya ingin berhaji 8 kali selama Ramadhan”, kata teman saya. Eh, bukankah haji hanya di bulan Dzulhijjah? Oh, bisa saja di sini. Teman saya inginnya sepekan 2 kali berhaji. Maka, ia tinggal shalat Subuh berjamaah di masjid, duduk berdzikir (atau baca Quran) hingga terbit matahari, setelah itu shalat syuruq/dhuha (kurang lebih 20 menit setelah terbit-agar lewat dari waktu haram shalat), habis itu pulang ke rumah. Pahala haji dan umrah pun kita bawa pulang :) Bersambung

Selasa, 25 Juni 2013

Sya’ban and The Gunners 1



Siapa tak kenal Arsenal, sebentuk gudang peluru yang dijadikan nama tim sepakbola terkenal Britania Raya. Julukannya the gunners. Pelatih asal Prancis dengan nama yang nyaris sama dengan tim ini; Arsene Wenger, termasuk yang berhasil memplonco talenta-talenta muda mendunia, walau akhirnya harus dibeli oleh tim lain yang lebih kaya dan haus piala. Sebut saja; Thierry Henry yang hijrah ke Barca, Patrick Viera yang bertolak ke Italia, dan semusim berselang, Robin Van Persie (yang sering diisukan beragama Islam) pindah ke Manchester Merah. Beberapa di antara mereka melempem di tempat lain, beberapa pula menajam, seperti Robin van Persie. Mereka ibarat lulusan peluru yang digelorakan, dipatenkan, diasah oleh Arsenal. Pantaslah ia dijuluki gudang peluru. 

Seperti itu pula Sya’ban, gudang pelurunya Ramadhan. Dengan beragam keutamaan, Sya’ban ialah serambi-nya Ramadhan. Tak salah jika Nabi Saw belum pernah berpuasa satu bulan melebihi puasa pada bulan Sya’ban (HR. Bukhari). Tentunya selain Ramadhan yang praktis sebulan penuh.

Kalau Nabi Saw merencanakan Ramadhan seperti itu, lalu bagaimana dengan kita? Cukupkah kita mempersiapkan fisik (jasadiyah) saja, selayaknya Nabi? Padahal masih banyak detail keshalihan yang boleh jadi belum kita miliki, seperti persiapan model fikriyah (keilmuan), maaliyah (harta), dan pastinya ruhiyah (keimanan). Ketiga hal itu bahkan sudah Nabi Saw miliki semenjak nubuwwah, tak harus Ramadhan saja. Jadi, untuk kita yang tidak mungkin semaksum Nabi Saw, jangan hanya persiapkan jasadiyah saja, melainkan juga; fikriyah, maaliyah, dan ruhiyah.

Penulis coba mencari inspirasi dari sosok lain, bagaimana cara mempersiapkan 3 pola kekuatan yang bisa mendongkrak amal ibadah itu tadi. Mari kita kupas seperti kacang, biar gurih dibaca:

1) Fikriyah; Dunia maya ala dakwah gempar sebelum Ramadhan, terlihat dari gencarnya website mengupas fikih puasa, amaliah pembangkit keimanan, pokoknya semua hal supaya Ramadhan kian bermakna bagi pembaca. Pembaca yang shalih (aamiin) kembali merefresh pengetahuan akan hal ini. Lalu, pembaca yang (mohon maaf) kurang shalih? Biasanya mereka baru baca kalau Ramadhan sudah bergulir. Ada kiat dari seorang sahabat. “Biar ilmu kian bermakna...,” katanya. “...Sebuah ilmu sebaiknya dikemas dalam wujud tulisan, lalu disarikan, dijadikan perbendaharaan ilmu hingga mudah dicall-back lagi, bila masanya tiba.” Wow... Ini mirip kerja editor dunk. Hm... Saya jadi ingat tugas ‘resume’ saat dulu ikut diklat prajabatan. Sebagian teman kala itu merasa terbantu dari tugas harian meresume materi. Yuk, kita bendaharakan ilmu yang mudah didapat. Bisa menulis ulang dari buku, bisa juga copy-paste-edit dari website, intinya; singkat padat jelas dan mudah dibaca lagi.

2) Maaliyah; Salah seorang sahabat memasang celengan babi di kantor. Setiap mendapat receh, ia masukkan ke ubun-ubun si babi yang bolong. Dirinya berdalih bahwa receh berguna, toh terbukti dengan Prita yang terselamatkan gara-gara receh. Lalu, apa yang sahabat tadi targetkan? “Saya mengumpulkan uang, untuk menyambut tamu agung yang siap hadir.” Sudah tertebak bukan, siapa tamu yang akan hadir? Yup, Ramadhan yang dinanti. Sahabat tadi begitu visioner. Tahu bahwa uang akan habis karena pulang kampung, beberapa bulan sebelumnya ia siapkan harta untuk disedekah-kan di bulan Ramadhan. Sudah siapkah kita meraih berkah dengan keistiqomahan sedekah? 

3) Ruhyah; Kali ini kita masuk ke implementasi keimanan, yakni ibadah. Biasanya terwujud dalam pola penerapan ibadah sunnah Ramadhan (artikelnya sudah banyak), terencana dalam planning yang jelas secara individual. Untuk menggelorakannya, seorang sahabat punya kiat, yakni; tilawah Quran dan shalat tahajjud. Dengan dalil dan artikel yang banyak berserakan, tak boleh ketinggalan satu kata; kreativitas. Kita akan buat sedikit olah-kata di artikel mendatang. Bersambung...

Jumat, 31 Mei 2013

Kapak yang Kehilangan Kekuatannya (2)

Patut kita pahami, bahwa sholat Jumat bukan cuma konsumsi pribadi seorang suami/ayah akan khutbah/wasiat takwa, melainkan kegiatan produktif, dimana seorang suami dari istrinya, atau ayah dari anak perempuannya, dianjurkan mentransfer pula, bekal iman itu kepada istri dan anak perempuannya. Subhanallah, betapa cukupnya rezeki yang Allah rencanakan dalam sepekan itu. Makan untuk fisik manusia, liburan untuk fisik manusia, dan ketaatan untuk keimanan manusia.

Masih belum selesai. Manusia sendiri memilihkan satu bulan, dengan mengkhususkan tanggal 1 untuk kesenangan mereka, tentunya di waktu tibanya gaji bulanan (notabene: tanggal muda), sebagai wujud terasahnya kesenangan manusia. Lalu, di mana Allah tentukan kesenangan atas keimanan manusia? Ternyata, hal itu Allah syariatkan melalui hadits Nabi, dari Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah Saw memberi wasiat 3 hal yang tak pernah ditinggalkannya. Selain sholat Dhuha dan sholat Witr, ada puasa 3 hari di tengah bulan Hijriyyah (penandanya adalah hadirnya bulan purnama). Di situlah, Allah perkenankan bagi seorang hamba untuk meningkatkan ketaatan, dengan kata lain terasahnya iman bulanan seorang hamba.

Lebih jauh dari sekedar harian, mingguan, bahkan bulanan, kita mengenal arti makna tahunan, yakni berupa perayaan tahun baru, sebagai sarana suka cita, pesta kesenangan manusia, model kaleidoskop atau merefleksi raihan kebahagiaan yang diharapkan lebih baik di tahun depan daripada tahun lalu. Itu logika duniawinya. Lalu, bagaimana jika tinjauan konsumsi ruh atau keimanan dalam ranah tahunan?

Bukan rahasia lagi. Allah begitu sayang kepada hamba-Nya, tak hanya menghadirkan sholat 5 waktu (harian), sholat Jumat (mingguan), bahkan puasa 3 hari di tengah bulan (bulanan), Allah syariatkan dalam tempo tahunan, kewajiban merayakan Ramadhan, sebagai proklamasi peningkatan keimanan secara komprehensif dan cenderung menyeluruh. Bagaimana tidak? Setan diusir, neraka ditutup, surga dibuka, manusia tiba-tiba saja berbondong-bondong ke masjid. Tiba-tiba pula Allah liputi itu semua dengan keberkahan dari segala penjuru, bonus pahala berlipat ganda, ampunan yang turun sporadis. Hingga Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh merugi orang yang tak mendapatkan ampunan di bulan mulia itu.” 

Jika setiap hari raya nasional, pemerintah perlu siapkan program dengan matang. Jika perayaan ultah saudara spesial perlu dipersiapkan demi kesenangan dirinya. Jika Allah berpesan bahwa secerdas-cerdas manusia adalah yang mempersiapkan kematiannya (hari paling istimewa dalam hidup manusia). Maka, perlu-lah kita mengukir kecintaan Allah, dengan mempersiapkan program BULAN RAMADHAN untuk diri kita pribadi. Seperti apa nanti sholat wajib dan sunnah kita, seperti apa sholat malam kita, shoum kita, iktikaf kita, dakwah kita di bulan itu, seperti apa; semua amalan iman yang mampu merengkuhkan keridhaan Allah kepada kita, hingga pada akhirnya kita mampu berlepas diri dari kuman-kuman kotor beralih menjadi bersih dalam balutan takwa. Lalu, kita nyatakan kepada Allah, “Ya Allah, kapak-ku telah terasah kembali, maka aku siap menjalani kehidupan duniawi dengan berbagai ujian dan cobaan-Mu, ATAU  aku telah siap menghadap-Mu setelah cukup takwa kuraih dalam tiap momentum kehidupan ini.” Itu artinya; kapak kita memang sudah siap dipekerjakan kembali, iman kita sudah menguat kembali.  

Demikian itu, sekedar refleksi betapa Allah sayang kepada kita, melalui priode harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan, Allah rezekikan kenikmatan fisik dan mental. Pada periode itu pula, Allah rezekikan kenikmatan iman dan takwa. Semoga kita dapat meraihnya, terutama untuk Ramadhan yang sedang menunggu kita. Allahumma baariklanaa fii rajabaa, wa sya’baan, wa ballighnaa Ramadhaan. Aamiin :D

Kapak yang Kehilangan Kekuatannya (1)

(ditulis untuk buletin An-Nahl Masjid An-Nur PJMI - edisi Rajab 3-2013)

Alkisah, seorang juragan kayu menggaji seorang pemuda untuk menebang pohon di hutan. Dengan gaji yang besar, sang pemuda pun bertekad bekerja semaksimal mungkin.

Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu tertentu. Hari pertama bekerja, luar biasa. Si pemuda berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, sang majikan pun terkesan sambil bertutur, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya kagum dengan kemampuanmu. Belum pernah ada yang sepertimu. Teruskan bekerja seperti itu.” 

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras. Namun ironisnya, ia hanya sanggup merobohkan 7 batang pohon.

Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, namun malangnya, hasilnya tak kunjung memuaskan. Kian bertambah hari, kian sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuanku. Bagaimana aku mempertanggungjawabkan hasil kerjaku ini?” Penebang pohon putus asa. Dengan kepala tertunduk, dia menghadap majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang maksimal. Sang majikan pun bertanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?”

“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga,” kata sang pemuda.

“Nah, di sinilah masalahnya”, ujar sang majikan. “Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari berikutnya, dengan tenaga dan kapak yang sama, tetapi tidak diasah, hasilnya tentu makin menurun. Maka, sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah mengasah kapakmu!” perintah sang majikan.

Si pemuda kemudian berlalu untuk segera mengasah kapak.

***

Kisah di atas dapat direfleksikan dengan kebutuhan manusia akan sesuatu, yang dirasa perlu dilakukan secara temporal, demi menunjang kebahagiaan. Jika kapak perlu diasah, maka fisik perlu diasupi makanan. Jika kapak perlu diasah sehari sekali, maka fisik perlu diasupi makan 3 kali sehari. Lalu bagaimana dengan jiwa? 

Subhanallah. Allah telah memilihkan manusia sebagai khalifah di bumi bukan tanpa bekal. Selain bekal lahiriah berupa segala wujud alam yang siap dikonsumsi, Allah juga telah mempersiapkan syari’at, baik melalui Quran maupun Alhadits. Tentunya bukan sekedar memenuhi asupan gizi fisik manusia, melainkan asupan ruh, alias keimanan manusia. 

Jika makan pun, kita perlu 3 kali sehari, maka Allah bekalkan dalam syariat, sholat 5 kali sehari. Jika Allah bekalkan liburan secara mental setiap sabtu dan ahad, maka Allah bekalkan sholat Jumat sebagai bekal ruhyah diri. Lho, Jumatan kan untuk pria saja? Bagaimana dengan wanita? Masya Allah, masih saja ada pertanyaan seperti ini. Lalu, apakah fungsi suami? Apakah pula fungsi seorang ayah yang memiliki hak perwalian kepada anak perempuannya? (bersambung)