Jumat, 31 Mei 2013

Kapak yang Kehilangan Kekuatannya (1)

(ditulis untuk buletin An-Nahl Masjid An-Nur PJMI - edisi Rajab 3-2013)

Alkisah, seorang juragan kayu menggaji seorang pemuda untuk menebang pohon di hutan. Dengan gaji yang besar, sang pemuda pun bertekad bekerja semaksimal mungkin.

Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu tertentu. Hari pertama bekerja, luar biasa. Si pemuda berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari, sang majikan pun terkesan sambil bertutur, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya kagum dengan kemampuanmu. Belum pernah ada yang sepertimu. Teruskan bekerja seperti itu.” 

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras. Namun ironisnya, ia hanya sanggup merobohkan 7 batang pohon.

Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, namun malangnya, hasilnya tak kunjung memuaskan. Kian bertambah hari, kian sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuanku. Bagaimana aku mempertanggungjawabkan hasil kerjaku ini?” Penebang pohon putus asa. Dengan kepala tertunduk, dia menghadap majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang maksimal. Sang majikan pun bertanya, “Kapan terakhir kamu mengasah kapak?”

“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga,” kata sang pemuda.

“Nah, di sinilah masalahnya”, ujar sang majikan. “Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari berikutnya, dengan tenaga dan kapak yang sama, tetapi tidak diasah, hasilnya tentu makin menurun. Maka, sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah mengasah kapakmu!” perintah sang majikan.

Si pemuda kemudian berlalu untuk segera mengasah kapak.

***

Kisah di atas dapat direfleksikan dengan kebutuhan manusia akan sesuatu, yang dirasa perlu dilakukan secara temporal, demi menunjang kebahagiaan. Jika kapak perlu diasah, maka fisik perlu diasupi makanan. Jika kapak perlu diasah sehari sekali, maka fisik perlu diasupi makan 3 kali sehari. Lalu bagaimana dengan jiwa? 

Subhanallah. Allah telah memilihkan manusia sebagai khalifah di bumi bukan tanpa bekal. Selain bekal lahiriah berupa segala wujud alam yang siap dikonsumsi, Allah juga telah mempersiapkan syari’at, baik melalui Quran maupun Alhadits. Tentunya bukan sekedar memenuhi asupan gizi fisik manusia, melainkan asupan ruh, alias keimanan manusia. 

Jika makan pun, kita perlu 3 kali sehari, maka Allah bekalkan dalam syariat, sholat 5 kali sehari. Jika Allah bekalkan liburan secara mental setiap sabtu dan ahad, maka Allah bekalkan sholat Jumat sebagai bekal ruhyah diri. Lho, Jumatan kan untuk pria saja? Bagaimana dengan wanita? Masya Allah, masih saja ada pertanyaan seperti ini. Lalu, apakah fungsi suami? Apakah pula fungsi seorang ayah yang memiliki hak perwalian kepada anak perempuannya? (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar