Kontemplasi yang cukup panjang ditutup dengan 3 pertanyaan. Yang
pertama tentang pemecahan kegalauan umat muslim, yang kedua tentang otentitas rujukan
kitab terjemahan Indonesia yang diragukan, yang terakhir tentang kondisi
terkini Suriah dan Mesir yang sedang bergejolak.
Ustad Herry memulai dengan menjawab pertanyaan terakhir.
Namun, sayang, catatan saya tidak mempertunjukkan jawaban itu, karena
sependengaran saya, jawaban yang dilontarkan cukup singkat, ditambahi beberapa wawasan
seputar jihad yang sangat rugi kalau tidak dicatat.
Pada intinya, jihad di tanah Arab sedang berlangsung. Salah
satunya di Palestine, wilayah jajahan (saya tidak menyebut wilayah Israel, krn
Israel sejatinya tidak ada) dan wilayah rakyat Palestina yang sesungguhnya, dibatasi
oleh tembok yang berkelok-kelok. Ini mengindikasikan bahwa penjajah tahu,
dimana letak lokasi kesuburan dan air tanah. Selain itu, jihad juga menawarkan
kisah-kisah yang menarik didengar. Salah satunya, kisah tentang mujahid yang
sakit migrain ketika berperang (kan gak keren tuh...). Ketika sudah di
lapangan, dengan tekad yang kuat, tiba-tiba burung datang dan mematok
kepalanya, membuat dirinya sembuh dan kembali bersemangat. Demikianlah; Pertolongan
tak akan jauh dari para mujahid, InsyaAllah.
Beberapa slide video diputar. Di Inggris, adzan dibolehkan.
Di Rusia, shalat Ied memenuhi jalan-jalan di antara gedung tinggi. Diceritakan
bahwa Argentina dan Venezuela, jumlah umat Islam meningkat pesat. Di Belgia,
syariat Islam diperjuangkan. Bahkan, di Michigan, muslim sudah menjadi
mayoritas (60%). “Kita percaya, kemenangan Islam akan datang dalam waktu dekat”,
tutur Kang Herry optimis.
Dari internasional mengerucut ke isu nasional. Pertanyaan
mengenai pemecahan galaunya muslim dijawab bersandingan dengan otentitas
rujukan muslim. Di Indonesia, ada sebuah pulau di Riau bernama “Pulau Penyengat”,
nama lainnya “Bustanul Katibin”. Di pulau itulah, ulama seantero nusantara
berkumpul pada suatu waktu tertentu, berfokus untuk membuat kitab, lalu disebar
ke penjuru nusantara. Sekarang pulau itu masih ada, tetapi kitab-kitab ulama itu
sudah tidak ada. Kemana? Kita akan sulit menemukannya, karena sudah dimusnahkan
oleh penjajah.
Masa lalu ulama Indonesia sangatlah benderang. Kita mengenal
nama-nama seperti Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi, Syekh Ahmad Nawawi Al
Bantani, Syekh Al Banjari. Ketiga syekh ini pernah menjadi imam masjid Mekkah
dan Madinah. Bahkan, tokoh yang lebih kita kenal; Hasyim Asyari dan Ahmad
Dahlan (pendiri Muhammadiyyah) merupakan murid dari Syekh Al Bantani.
Kembali fokus ke pertanyaan, pada prinsipnya belajar Islam
dari mana saja, termasuk internet, bahkan sms, bisa dan boleh-boleh saja tetapi
ini menjadi kaku dan dingin karena tidak adanya ustad. Karena belajar ke ustad
akan lebih aplikatif karena didukung dengan adab yang baik ketika belajar.
Adapun sumber-sumber yang disebut di awal punya kelebihan lebih terbuka dan
mudah ditelusuri.
-semoga 3 seri tulisan ini
bermanfaat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar