Jumat, 19 April 2013

Fitnah dan Ujian Umat Islam (2/3)

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka...”, demikian ayat 28 QS Al Fath. 

Sebuah perenungan -masih dari ustad Herry Nurdi (13/4/2013)- tentang apakah ayat ini sudah kita praktekkan atau belum, sebuah tantangan yang bisa kita sadari dan lakukan, lantas kita tularkan kepada muslimun sekitar.  Contoh kecil-nya adalah beberapa wawasan perbedaan fikih yang lazimnya kita toleransi bersama, bukannya kita musuhi bersama. 

Contoh kecil ini di antaranya; perbedaan mahzab yang sama, tetapi dalam prakteknya berbeda. Di Indonesia, ucapan aamiin selepas Fatihah dilantunkan bersamaan antara makmum dan imam, sedangkan di Malaysia, makmum menjawab aamiin setelah imam mengucapkan aamiin. Lain mahzab beda lagi; di Pakistan, mayoritas penganut mahzab Hanafiah, aamiin dipelankan. Coba bayangkan jika ada orang Indonesia di sana lupa diri, mengucap aamiin keras-keras. Itulah pentingnya toleransi; memahami makna ungkapan; di sana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Sebagaimana kasus aamiin, bahkan sujud lutut dulu atau sujud tangan dulu, hal itu pun sampai dipermasalahkan. “Asal enggak kepala dulu saja, sujudnya”, seloroh kang Herry kala itu.

Pembahasan menukik ke slide berisikan peta dunia Islam kini-dan-nanti. Ya, slide ini ada di salah satu buku beliau mengenai konspirasi Yahudi dan tetek bengeknya. Singkat kata, akan ada beberapa negara baru di Timur Tengah, yakni Baluchistan (pecahan Pakistan selatan), Negara Islam Sakral (hanya meliputi Mekkah dan Madinah), dan Irak pecah menjadi Irak Sunni dan Irak Syiah. Dalam hal ini, kita tidak saja perlu mengambinghitamkan konspirator akibat peta dunia Islam yang baru ini. Kita juga wajib berkaca diri, kenapa kita mau dipecah-pecah, bahkan seperti sekarang ini?

Dinukil dari muqoddimah kitab Ihya Ulumuddin, ustad Herry memaparkan bahwa kerusakan menimpa kaum muslim ini diidentifikasi oleh kerusakan di level umara (pemimpin). Level ini disebabkan oleh fasadul ‘ulama (kerusakan di level ulama’/tokoh agama). Penyakitnya bernama; cinta dunia dan jabatan (kita kenal di hadits dengan istilah ‘wahn’; cinta dunia+takut mati).

Fasadul ulama jelas terlihat di momen sekarang berupa intsruksi untuk memakai pensil yang sudah diraut dengan doa supaya lulus UN, mandi kembang supaya lulus UN. Sejenis penyakit yang sudah mengakar ke sanubari akidah, dan ini saaangatlah fatal. Na’udzubillah...

Fakta sejarah menuturkan keadaan Antokiyah Syam Baitul Maqdis yang jauh dari kaafahnya Islam. Di sana orang besar berebut kekuasaan. Dimulai dari Perang Salib; 1) semua mahzab berlomba menjadi aliran utama; 2) guru-murid tidak saling menghormati, berdebat hanya untuk sensasi, bukannya mencari kebenaran; 3) pemimpin menyeleweng dari tatacara Islam; 4) syaikh mahzab yang dekat pemimpin, justru hidup mewah, jauh dari permasalahan umat; 5) kelaparan di Mesir, Irak, dan Syams (448H), dikisahkan kala itu bahwa wanita-wanita gemuk negeri Sudan diculik untuk dijadikan persediaan makan (MasyaAllah); 6) terjadi kekacauan sosial; 7) urusan perut dan syahwat menjadi dua hal yang kental dikejar; 8) masyarakat peduli akan makan, pakaian, tempat tinggal, tetapi memperturutkan nafsu dan seks, sementara khatib dan da’i mencari rezeki dengan menjual agama.

Tidak bisa dibayangkan, sungguh Na’udzubillah... Jika dibandingkan dengan keadaan Rasulullah Saw, sungguh sangat jauh dari teladannya. Rasul Saw tidak bisa tidur kalau ada uang di rumahnya. Coba bandingkan dengan kita; kita tidak bisa tidur kalau tidak ada uang di rumah kita. Astaghfirullah...(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar