Selasa, 23 April 2013

Biaya Rutin - Yang Kurang Difahami Ketika Beli Barang

“Whooo, murah meriah nih, pakde, mbak yu, pak lek, mak cik. Silakan beli beli beli; HP, TV, motor, laptop, gadget, dll... Semua murah meriah!”, demikian kiranya bunyi iklan di berbagai media.

Ketika pelanggan sudah melihat harga yang murah, bahkan dengan nominal 999.999, maka seolah pelanggan itu lupa mata, lupa diri, lupa kantong, lupa prioritas. Tak masalah, mereka pastinya lebih tahu apa yang mereka butuh dan inginkan. Meskipun begitu, ada satu hal yang belum sering dijadikan pertimbangan mereka dalam membeli barang. Sebutlah nama sederhananya; biaya rutin.

Untuk mempermudah pemahaman, biaya rutin ini kalau dicontohkan pada motor ada pada biaya bensin, hm, entah irit tidaknya... Lalu, biaya servis, tentang mahal murahnya. Kalau barangnya adalah TV, maka biaya rutinnya adalah biaya kistrik. Bagaimana sedotan listriknya? Berapa watt? Apakah signifikan dengan tarif dasar listrik yang naik tiap triwulan di tahun 2013 ini? Hheu... T_T

Nah, kalau handphone? Apa saja biaya rutinnya? Hm, sayangnya handphone tidak memerlukan bensin, daya listriknya pun tidak signifikan. Kalaupun servis, hanya  jika pemiliknya doyan membanting HP-nya saja di setiap tempat. Hm… Jadi, apa biaya rutin dari HP?

Kalau pelanggan adalah para penghitung kritis, mereka akan melihat biaya-biaya rutin seperti itu. Namun, jika mereka lebih mengaitkan hati dan memikirkan prioritas, maka biaya rutin itu bukan sekedar materi. Melainkan non-materi. Dalam kasus ini, penulis menitiberatkan pada waktu. Hm...

Coba dicek... Apakah dengan membeli TV, kita akan kehilangan waktu signifikan yang seharusnya dapat kita alokasikan untuk hal lain yang lebih prioritas? Jika iya, maka biaya rutin untuk beli TV kita anggap besar. Namun, biaya ini akan lebih kecil jika si calon empunya TV mampu mengendalikan keberfungsian TV. Misalnya dengan mengatur jam menonton TV.

Coba kita cek ke HP yang kian murah, kian praktis, kian banyak gamesnya, kian mendekatkan hati, bahkan kian merapatkan barisan silaturrahim. Kita akan mendapatkan biaya rutin HP terwujud dalam pengalihan waktu yang seharusnya potensial bermanfaat, tetapi justru diganti dengan asyik bermain HP. Atau dengan kata lain, berkurangnya waktu potensial dikarenakan sibuk ber-HP ria.

Sebuah anjuran ekstrim mengatakan bahwa; jangan sampai jika kita membeli sebuah barang, seolah-olah barang itulah yang sejatinya membeli diri kita. Saking tidak mampunya kita membagi waktu, membagi prioritas pekerjaan, yang cenderung terlalu memfokuskan waktu pada barang itu.

Hm… pada akhirnya, biaya rutin waktu ini identik dengan unsur kehidupan bertajuk ‘keberkahan’. So, Apa itu berkah? Berkah adalah tanda rahmat Allah kepada hamba-Nya yang selalu mendekat kepada-Nya. Secara visual, berkah tampak dengan bertambahnya kebaikan, yang indikatornya bukan dari sisi materi melainkan non materi, boleh jadi intelektual, emosional, bahkan spiritual.

Nah, sekarang apakah dengan beli HP, justru membuat jadwal kita teratur, beli TV membuat wawasan kita meninggi? Beli ini itu, membuat kemanfaatannya jauh lebih besar daripada kerugiannya? (sekali lagi sudut pandang kita bukan materi, tetapi non-materi).

Lalu, seberapa berkah-kah barang yang kita beli? Apakah membuat kita mampu memanfaatkannya dengan bijak, mendekatkan diri kita kepada-Nya, atau justru makin menjerumuskan kita jauh dari-Nya? Allahu a’lam. Berkah inilah yang penulis anggap sebagai lawan kata dari biaya rutin. Semoga kita tidak terjebak dari kelihaian iklan-iklan dengan produknya yang melalaikan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar