Selasa, 23 April 2013

Patuhnya Istri atau Kemudahan Suami?


Kali ini, sakit membungkam diriku lagi. Namun, jika ini yang baik dari Allah, kenapa tidak. Teringat pesan schizee untuk merelakan segala yang datang di luar kehendak kita, “Teruskan ya Allah, kumohon teruskan. Jika kiranya ini yang terbaik, maka teruskan ya Allah!” Maka, tidak ada cara pengguguran dosa yang lebih menentramkan daripada sakit. Toh, sudah pasti sakit itu lebih sakit daripada sekedar ketusuk duri, sementara alhadits mengatakan bahwa ketusuk duri saja sudah menggugurkan dosa. Namun, di luar itu tentu saja kita harus paham sunnatullah-nya, “Hm… siapa tahu karena kurang menjaga kesehatan dan lalai dari sakit sebelumnya –tidak menghabiskan antibiotik-. Nah, lho…

Sakit selalu menerbitkan inspirasi, apalagi jika sudah berbicara ranah cinta ‘suami-istri’ fillah. Semua dimulai dari menggigil seharian akibat dicekoki AC kantor yang dingin menusuk tulang. Alhasil radang tenggorokan pun berimbas meriang. Sorenya, tatkala meriang sudah mengepung tubuh, dua fenomena pun muncul. 1) Schizee lebih kental memprovokasi diri, 2) sensitivitas meningkat pesat melipat hati. Akibatnya, ketika aku hendak menjemput istri dari bekerja, maka dua fenomena itu pun membekap diri.

Schizee mulai menjalankan aksinya, membisikan kalimat kontroversi ke dalam relung hatiku, “Hey, boz. Sadarkah engkau, kau baru saja sms istrimu untuk menunggu di tempat biasa. Padahal ada tempat lain yang lebih memudahkanmu menjemputnya. Sekarang, aku tantang kau. Jika ketika kau jemput, kemudian kau dapati istrimu menunggu di tempat biasa sebagaimana perintahmu melalui sms, maka aku bisa pastikan bahwa istrimu itu tipe setia dan patuh pada suami. Namun, jika ketika kau jemput, ternyata istrimu justru menunggu di tempat lain yang memudahkanmu untuk menjemputnya, maka aku pastikan bahwa istrimu tidak patuh kepadamu, walau itu lebih memudahkanmu. Tantanganku adalah; beranikah kau beri penilaian patuh tidaknya istrimu melalui kasus ini? Hahaha!”

Schizee langsung kabur begitu saja. Aku tak lantas mengangguki tantangan schizee. Usai dibekap macet beberapa saat, motor ini pun melaju lancar melewati perempatan Bintaro Plaza, dengan lampu lalu lintas yang rusak tak diperhatikan pihak berwenang. Usai melewati rintangan itu, aku melihat ke sisi tempat yang lebih memudahkanku menjemput istriku. Tak ada istriku disana. Lalu, aku coba sambangi tempat biasa. Tak ada juga? Apakah istriku tipe tidak patuh? Atau jangan-jangan ia malah naik angkot karena lama menunggu? Aku tangkis prasangka yang diprovokasi langsung oleh setan (bukan schizee). Aku tunggu di tempat biasa, aku lihat sekeliling, lantas pandangan ini tertuju ke satu titik. Istriku… Ia menunggu sambil duduk, dengan mushaf membuka rapi dibacanya. Aku tak menyangka, istriku duduk di tempat biasa aku menjemputnya. Apakah ini artinya…. Ini artinya istriku tipe patuh pada suami?

Ada 2 pilihan yang barusan ditawarkan schizee; istri yang menghendaki dan meridhai pilihan suami walau pilihan itu menyusahkan suami. Atau istri yang lebih menghendaki kemudahan suami walau pilihan itu tidak dikehendaki suami. Dan benarlah apa yang dikatakan schizee; istri tipe pertama adalah istriku, yang patuh pada suami walau hal itu menyusahkan suami. Semoga istri kita termasuk yang ini.

Klimaksnya adalah; fenomena imbas meriang yang kedua. Aku sensi; menangis sambil memboncengkan istri. Ia yang duduk di belakang bisa merasakan sesenggukanku, memelukku dari belakang, ketetesan air mata yang jatuh. Aku tak peduli orang-orang melihatku cengeng di atas motor. Yang aku bahagia dan aku syukuri adalah istriku adalah istri sebagaimana dikategorikan schizee. Barakallah untuk istriku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar