Kali ini, sakit membungkam diriku lagi. Namun, jika ini yang
baik dari Allah, kenapa tidak. Teringat pesan schizee untuk merelakan segala
yang datang di luar kehendak kita, “Teruskan ya Allah, kumohon teruskan. Jika kiranya
ini yang terbaik, maka teruskan ya Allah!” Maka, tidak ada cara pengguguran
dosa yang lebih menentramkan daripada sakit. Toh, sudah pasti sakit itu lebih
sakit daripada sekedar ketusuk duri, sementara alhadits mengatakan bahwa
ketusuk duri saja sudah menggugurkan dosa. Namun, di luar itu tentu saja kita
harus paham sunnatullah-nya, “Hm… siapa tahu karena kurang menjaga kesehatan
dan lalai dari sakit sebelumnya –tidak menghabiskan antibiotik-. Nah, lho…
Sakit selalu menerbitkan inspirasi, apalagi jika sudah
berbicara ranah cinta ‘suami-istri’ fillah. Semua dimulai dari menggigil
seharian akibat dicekoki AC kantor yang dingin menusuk tulang. Alhasil radang
tenggorokan pun berimbas meriang. Sorenya, tatkala meriang sudah mengepung
tubuh, dua fenomena pun muncul. 1) Schizee lebih kental memprovokasi diri, 2) sensitivitas
meningkat pesat melipat hati. Akibatnya, ketika aku hendak menjemput istri dari
bekerja, maka dua fenomena itu pun membekap diri.
Schizee mulai menjalankan aksinya, membisikan kalimat kontroversi
ke dalam relung hatiku, “Hey, boz. Sadarkah engkau, kau baru saja sms istrimu
untuk menunggu di tempat biasa. Padahal ada tempat lain yang lebih memudahkanmu
menjemputnya. Sekarang, aku tantang kau. Jika ketika kau jemput, kemudian kau
dapati istrimu menunggu di tempat biasa sebagaimana perintahmu melalui sms,
maka aku bisa pastikan bahwa istrimu itu tipe setia dan patuh pada suami.
Namun, jika ketika kau jemput, ternyata istrimu justru menunggu di tempat lain
yang memudahkanmu untuk menjemputnya, maka aku pastikan bahwa istrimu tidak
patuh kepadamu, walau itu lebih memudahkanmu. Tantanganku adalah; beranikah kau
beri penilaian patuh tidaknya istrimu melalui kasus ini? Hahaha!”
Schizee langsung kabur begitu saja. Aku tak lantas
mengangguki tantangan schizee. Usai dibekap macet beberapa saat, motor ini pun
melaju lancar melewati perempatan Bintaro Plaza, dengan lampu lalu lintas yang
rusak tak diperhatikan pihak berwenang. Usai melewati rintangan itu, aku
melihat ke sisi tempat yang lebih memudahkanku menjemput istriku. Tak ada
istriku disana. Lalu, aku coba sambangi tempat biasa. Tak ada juga? Apakah
istriku tipe tidak patuh? Atau jangan-jangan ia malah naik angkot karena lama
menunggu? Aku tangkis prasangka yang diprovokasi langsung oleh setan (bukan
schizee). Aku tunggu di tempat biasa, aku lihat sekeliling, lantas pandangan
ini tertuju ke satu titik. Istriku… Ia menunggu sambil duduk, dengan mushaf membuka
rapi dibacanya. Aku tak menyangka, istriku duduk di tempat biasa aku
menjemputnya. Apakah ini artinya…. Ini artinya istriku tipe patuh pada suami?
Ada 2 pilihan yang barusan ditawarkan schizee; istri yang
menghendaki dan meridhai pilihan suami walau pilihan itu menyusahkan suami.
Atau istri yang lebih menghendaki kemudahan suami walau pilihan itu tidak
dikehendaki suami. Dan benarlah apa yang dikatakan schizee; istri tipe pertama
adalah istriku, yang patuh pada suami walau hal itu menyusahkan suami. Semoga
istri kita termasuk yang ini.
Klimaksnya adalah; fenomena imbas meriang yang
kedua. Aku sensi; menangis sambil memboncengkan istri. Ia yang duduk di
belakang bisa merasakan sesenggukanku, memelukku dari belakang, ketetesan air
mata yang jatuh. Aku tak peduli orang-orang melihatku cengeng di atas motor.
Yang aku bahagia dan aku syukuri adalah istriku adalah istri sebagaimana
dikategorikan schizee. Barakallah untuk istriku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar