Rabu, 17 April 2013

Logika Bumi dan Langit

Sewaktu SD, kita pernah belajar peribahasa; bagai anjing dengan kucing, bagai minyak dengan air. Satu lagi; bagai bumi dengan langit. Semua peribahasa itu bermakna; dua hal yang sulit disatukan karena karakter yang bertolak belakang. Namun, benarkah demikian? Apakah bumi dan langit itu memang berbeda karakter? Bagaimana jika kita sematkan kata ‘logika’ di masing-masing karakter itu?
 
Dalam ranah kehidupan, sebagian besar orang menggunakan logika bumi, sementara sebagian kecil logika langit. Pernyataan ini murni dari penulis yang melihat sekilas kerancuannya. Sebutlah mereka yang mematerikan segala yang didapat dengan berbagai cara apapun , merekalah para penganut logika bumi. Sedangkan, mereka yang begitu paham dengan campur tangan, kemurkaan, kekuasaan, bahkan keridhoan Allah, mereka itulah para penganut logika langit. Dan boleh jadi, kedua logika itu bisa dipadukan menghasilkan sosok yang jago untuk urusan akhirat, plus jago pula urusan dunianya. Pertanyaan pertama terjawab, kedua karakter ternyata bisa dikolaborasikan.

Nah, apakah logika langit sesimpel itu? Ternyata ada logika-logika yang sudah terbaurkan oleh kemajuan zaman, sehingga terkadang manusia… hm, entah lupa atau pura-pura tidak tahu, kurang memahami logika itu. Langsung saja bicara teknis; “Jika banyak murid di suatu kelas tidak lulus, logika bumi akan mengindikasikan ada yang salah dengan pengajaran sang guru. Namun, logika langit akan bertanya; apakah gurunya dekat dengan Allah? Apakah sang guru mendoakan murid-muridnya supaya lulus?” 

Model logika langit ini senada dengan; “Jika rakyat di satu negara sulit diatur, maka perlulah presiden berintrospeksi diri; apakah ia sudah cukup meminta pertolongan Allah dalam menjalankan negaranya?” 

Kalau mengerucut ke urusan cinta dan keluarga, begini logika langitnya; “Jika ketaatan istri menurun, maka jangan salahkan istri. Salahkan suami yang kurang membina ketaatan dirinya sekaligus si istri.” 

Kalau bicara hal yang lebih mikro dan keindividualan, model ini paling sering dipakai; “Jika impian kita belum juga kesampaian, apakah kita sudah berintrospeksi dengan mendekatkan diri kepada Allah?”

Logika langit ekstrim pernah penulis peroleh dari seorang santri Rumah Quran. Begini bunyinya; “Orang-orang munafiq itu perawakannya besar, kuat, dan gagah. Namun hatinya tidak mau diajak berperang di jalan Allah. Kenapa? Apakah karena mereka tidak beriman? Bukan. Mereka beriman kepada Allah bahkan ikut shalat jamaah. Lalu kenapa? Apakah karena hati mereka sudah terkotori dunia sehingga sulit tergerak? Mungkin ada benarnya. Namun, jawaban paling benar tertuang dalam Quran. Ada campur tangan Allah yang membuat mereka enggan ikut berperang.”

Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu" (At Taubah: 46)

Masalahnya adalah jika kita tetap bergelimang maksiat dan Allah enggan mengentaskan kita dari kemaksiatan itu karena Allah memang enggan. Na’udzubillah. Penulis mohon ampun kepada Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar