Patut kita pahami, bahwa sholat Jumat bukan
cuma konsumsi pribadi seorang suami/ayah akan khutbah/wasiat takwa, melainkan
kegiatan produktif, dimana seorang suami dari istrinya, atau ayah dari anak
perempuannya, dianjurkan mentransfer pula, bekal iman itu kepada istri dan anak
perempuannya. Subhanallah, betapa cukupnya rezeki yang Allah rencanakan dalam
sepekan itu. Makan untuk fisik manusia, liburan untuk fisik manusia, dan ketaatan
untuk keimanan manusia.
Masih belum selesai. Manusia sendiri
memilihkan satu bulan, dengan mengkhususkan tanggal 1 untuk kesenangan mereka,
tentunya di waktu tibanya gaji bulanan (notabene: tanggal muda), sebagai wujud
terasahnya kesenangan manusia. Lalu, di mana Allah tentukan kesenangan atas
keimanan manusia? Ternyata, hal itu Allah syariatkan melalui hadits Nabi, dari
Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah Saw memberi wasiat 3 hal yang tak pernah
ditinggalkannya. Selain sholat Dhuha dan sholat Witr, ada puasa 3 hari di
tengah bulan Hijriyyah (penandanya adalah hadirnya bulan purnama). Di situlah,
Allah perkenankan bagi seorang hamba untuk meningkatkan ketaatan, dengan kata
lain terasahnya iman bulanan seorang hamba.
Lebih jauh dari sekedar harian, mingguan,
bahkan bulanan, kita mengenal arti makna tahunan, yakni berupa perayaan tahun
baru, sebagai sarana suka cita, pesta kesenangan manusia, model kaleidoskop
atau merefleksi raihan kebahagiaan yang diharapkan lebih baik di tahun depan
daripada tahun lalu. Itu logika duniawinya. Lalu, bagaimana jika tinjauan
konsumsi ruh atau keimanan dalam ranah tahunan?
Bukan rahasia lagi. Allah begitu sayang
kepada hamba-Nya, tak hanya menghadirkan sholat 5 waktu (harian), sholat Jumat
(mingguan), bahkan puasa 3 hari di tengah bulan (bulanan), Allah syariatkan
dalam tempo tahunan, kewajiban merayakan Ramadhan, sebagai proklamasi
peningkatan keimanan secara komprehensif dan cenderung menyeluruh. Bagaimana
tidak? Setan diusir, neraka ditutup, surga dibuka, manusia tiba-tiba saja
berbondong-bondong ke masjid. Tiba-tiba pula Allah liputi itu semua dengan
keberkahan dari segala penjuru, bonus pahala berlipat ganda, ampunan yang turun
sporadis. Hingga Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh merugi orang yang tak
mendapatkan ampunan di bulan mulia itu.”
Jika setiap hari raya nasional, pemerintah
perlu siapkan program dengan matang. Jika perayaan ultah saudara spesial perlu
dipersiapkan demi kesenangan dirinya. Jika Allah berpesan bahwa secerdas-cerdas
manusia adalah yang mempersiapkan kematiannya (hari paling istimewa dalam hidup
manusia). Maka, perlu-lah kita mengukir kecintaan Allah, dengan mempersiapkan
program BULAN RAMADHAN untuk diri kita pribadi. Seperti apa nanti sholat wajib
dan sunnah kita, seperti apa sholat malam kita, shoum kita, iktikaf kita,
dakwah kita di bulan itu, seperti apa; semua amalan iman yang mampu
merengkuhkan keridhaan Allah kepada kita, hingga pada akhirnya kita mampu
berlepas diri dari kuman-kuman kotor beralih menjadi bersih dalam balutan
takwa. Lalu, kita nyatakan kepada Allah, “Ya Allah, kapak-ku telah terasah
kembali, maka aku siap menjalani kehidupan duniawi dengan berbagai ujian dan
cobaan-Mu, ATAU aku telah siap
menghadap-Mu setelah cukup takwa kuraih dalam tiap momentum kehidupan ini.” Itu
artinya; kapak kita memang sudah siap dipekerjakan kembali, iman kita sudah
menguat kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar