Kecenderungan orang kantoran terlanjur membiasa. Jam sepuluh malam, gedung-gedung masih cantik dibekap rimbun cahaya. Teman kantor saya sempat bilang, “Yang bikin Jakarta cantik itu bukan karena pemandangan alamnya, melainkan karena ada orang lembur.”
Kalau jam sepuluh malam mereka masih bergelut dengan kerjaan atau malah main game, ironisnya jamaah Subuh tak pernah lebih banyak daripada jamaah Isya’ (apalagi shalat Jumat).
Di sinilah letak anomali kemajuan zaman dari kacamata generasi terbaik. Generasi terbaik? Siapa? Siapa lagi kalau bukan generasi sahabat ra dan Rasulullah Saw sebagai peletak dasarnya. Quran dan Sunnah mereka jadikan pedoman utama, bahkan satu-satunya.
Allah berfirman, “Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan.” (QS. An-Naba’: 10-11). Imam Ath-Thabari –rahimahullah- membahas tafsir ayat ini bahwa kegelapan malam menutupi manusia sehingga menjadi tenang, sebagai pakaian yang menutupi jasad pemakainya sehingga ia pun menjadi tenang. Siang Allah jadikan manusia bertebaran di muka bumi untuk mencari penghidupan.
Lalu bagaimana jika manusia mencampuradukkan antara siang dan malam? Yang lebih sering terjadi adalah; malam dibuat kerja, pagi dibuat tidur?
Berpegang pada as-sunnah, kita ketahui tindak-tanduk Rasulullah Saw dinukil dalam Zaadul Maad, yakni tidur di awal malam dan bangun di bagian akhirnya. Hanya kadang-kadang saja, beliau Saw begadang di awal malam untuk mengurusi berbagai kepentingan orang miskin.
Secara ilmiah pun, dikatakan bahwa tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang menjadi penyebab utama kerusakan hati (hasil penelitian ilmiah baru-baru ini). Namun, dalam mengerjakan keutamaan, kita tak dianjurkan mengetahui hikmahnya dulu baru kemudian patuh, karena Rasulullah mengajarkan agar patuh dulu, entah apa nantinya yang menjadi efek samping, baik ilmiah, kesehatan, dan sainsnya. Hm… Itulah iman.
Kembali ke tema: Nyatanya, kecenderungan yang kini terjadi sudah mengalami anomali. Manusia lebih sering mengakhiri harinya terlampau malam, entah lembur, main game, dan pekerjaan lain. Seperti konsinyering atau tugas di luar kantor, para sibukers lebih memilih waktu malam bekerja daripada waktu pagi. Lebih memilih sampai pukul 23.00 daripada memulai pekerjaan dari pukul 04.30 (waktu Subuh).
Padahal, pekerjaan di waktu malam dilakukan dalam kondisi otak di bawah sinyal betha, sinyal yang penuh dengan penat karena seharian sudah ditekan dengan kesibukan. Kalau mau efektif, mbok la ya pagi saja. Karena di sana ada berkah. Hm… Tentunya selagi sinyal alpha (kesegaran pikiran)
sedang membuncah. Berikut tiga hadits penampar anomali itu:
- Dari Ummul Mukminin Aisyah –ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Bersegeralah dalam mencari rezeki dan kebutuhan (hajat), karena dalam kesegeraan (pergi pagi) itu terdapat keberkahan dan kesuksesan.” (HR. At-Tirmidzi)
- Suatu ketika Shahabat Ibnu Abbas –ra- melihat anaknya sedang tidur pagi, maka ia berkata, “Bangunlah, apakah kamu tidur pada waktu disebarkan rezeki?”
- Dari Shakhr bin Wada’ah Al-Ghamidi –ra- dari Nabi Saw ia bersabda, “Ya Allah berkahilah untuk umatku pada pagi harinya.” Jika beliau mengutus pasukan perang, maka beliau mengutuskan pada pagi hari. Shakhr adalah seorang pedagang yang biasa mengirimkan barang dagangannya pada pagi hari, maka ia menjadi kaya raya dan banyak harta.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dan ia berkata: hadits hasan shahih)
*konsinyering dikenal sebagai proses penyelesaian pekerjaan tertentu dengan mengumpulkan para pegawai sebuah kantor ke suatu tempat seperti hotel atau wisma.